Makassar, 30 Agustus 2025 – Ratusan Pemuda pegiat perdamaian dari berbagai latar belakang berkumpul di Aula LPPM Universitas Hasanuddin untuk mengikuti Konferensi Pemuda Perdamaian United for Peace 2025. Acara ini menjadi wadah strategis untuk merumuskan langkah nyata dan kolaboratif dalam merespons meningkatnya kasus kekerasan di Indonesia.
Kegiatan ini didukung oleh berbagai organisasi lintas sektor, sebagai kolaborator Utama : Aliansi Perdamaian, Center for Peace, Conflict and Democracy (CPCD) Unhas, Indo Relawan dan juga dengan Pijar Foundation.
Turut hadir dalam kegiatan dari organisasi: KITA Bhinneka, Oase Intim, Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan, FIK ORNOP, PGIW Sulselbara, Yayasan Rumah Mama, Guardians of Peace, KPAJ, LKIMB Universitas Negeri Makassar, Muda Mendunia Indonesia, , Maritim Muda SulBar, Basa Sulsel Wiki, Duta Aksi Sosial Indonesia, perwakilan fakultas Universitas Hasanuddin, Ketua Prodi S2 dan S3 Psikologi Universitas Negeri Makassar, HIVE Sulsel, KOADS, Duta Aksi Digital Indonesia, ICJ, Duta Damai Sulawesi Selatan dan Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP), M. Kafrawy Saenong, juga turut hadir dan aktif dalam jalannya kegiatan.
Menurut data yang dipaparkan, tahun 2024 mencatat peningkatan signifikan pada berbagai bentuk kekerasan: mulai dari kekerasan berbasis gender, kekerasan terhadap anak muda, hingga diskriminasi dan serangan terhadap kelompok minoritas. Selain itu, tren kekerasan berbasis identitas, intoleransi antar kelompok, serta konflik horizontal di tingkat lokal juga memperlihatkan lonjakan yang memprihatinkan.
Tak hanya itu, ruang digital semakin menjadi arena baru kekerasan, terutama dalam bentuk perundungan siber (cyberbullying), ujaran kebencian, hingga penyebaran disinformasi yang berpotensi memecah belah masyarakat.
Namun, di tengah tantangan tersebut, berbagai inisiatif komunitas, jaringan lokal, dan individu pegiat perdamaian justru semakin berkembang. Hal inilah yang ingin dijembatani oleh Konferensi Pemuda Makassar, agar energi kolektif dapat terhubung dan menghasilkan langkah nyata bersama.
Sejak 2020 hingga 2024, United for Peace telah menjangkau 4.885 penerima manfaat dan menjalin jejaring dengan sedikitnya 55 organisasi pegiat perdamaian setiap tahunnya. Dengan total 71 aktivitas yang dilaksanakan, gerakan ini menunjukkan bahwa kolaborasi merupakan kunci dalam membangun ekosistem perdamaian yang kuat.
“United for Peace hadir untuk menjembatani inisiatif-inisiatif perdamaian yang sudah ada, agar tidak berjalan sendiri-sendiri, tetapi saling menguatkan,” ujar panitia dalam sambutannya.
Acara dibuka dengan sambutan dan pidato kunci dari Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA. Dalam paparannya, Prof. Dwia menekankan pentingnya peran pemuda sebagai agen perubahan. “Perdamaian tidak bisa diwujudkan oleh satu pihak saja. Ia harus lahir dari akar rumput, dengan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat,” tegasnya.
Diskusi panel kemudian menghadirkan narasumber lintas perspektif:
Pdt. Adire Massie (FKUB Sulsel) – menguraikan bagaimana nilai agama menjadi pondasi toleransi, solidaritas, dan kohesi sosial, serta berbagi praktik baik FKUB dalam dialog lintas iman.
Lusi Palulungan (Tokoh Perempuan Sulsel, Yayasan BAKTI, Yayasan Rumah Mama) – menekankan kepemimpinan perempuan dalam merawat relasi damai dan pemberdayaan komunitas.
Nabila Mayswita (Aktivis Muda untuk Inklusi Sosial) – menegaskan pentingnya demokrasi inklusif yang menempatkan difabel sebagai subjek aktif, berbagi pengalaman dalam pendidikan, penulisan, dan politik.
Anthony Marwan Dermawan (Head of Public Policy, Pijar Foundation) – menyoroti pentingnya pemuda bukan hanya sebagai penerima, tetapi juga sebagai perancang kebijakan publik yang inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi pada generasi mendatang.
Sekitar 100 peserta dari 15 organisasi perdamaian, perwakilan kampus Universitas Hasanuddin (mahasiswa, dosen, dan CPCD Unhas), serta komunitas lintas sektor, turut berpartisipasi. Mereka dibagi ke dalam enam kelompok diskusi tematik, dengan isu mulai dari Perdamaian dalam Keberagaman hingga Penguatan Demokrasi dan Partisipasi Anak Muda.
Setiap kelompok bertugas mengidentifikasi tantangan aktual dan menyusun draf rencana aksi. Hasilnya berupa timeline aksi konkret yang akan dilaksanakan secara kolektif pada periode September–November 2025. Dalam sesi pleno, tiap kelompok mempresentasikan ide dan strategi mereka untuk memperkuat perdamaian di tingkat lokal.
Acara ditutup dengan komitmen kolektif oleh seluruh peserta. Mereka sepakat menindaklanjuti rencana aksi yang telah disusun, memperkuat jejaring kolaborasi, dan memastikan konferensi ini bukan hanya forum diskusi, melainkan titik awal lahirnya gerakan perdamaian yang lebih terstruktur, strategis, dan berdampak luas, baik di Makassar maupun secara nasional.
Selain konferensi luring di Makassar, kegiatan serupa dalam skala nasional akan digelar secara daring untuk menjangkau lebih banyak pemuda dari seluruh Indonesia.