Teringat kejadian saat kehilangan orang yang sangat berarti (Antoa/Nenek) selama-lamanya. Kejadian itu saya respon dengan sangat frustasi sehingga meraung tak karuan mulai sakaratul maut sampai di bawah ke tempat peristirahatan terakhirnya. Lanjut saat ta'syiah.
Rasa itu tak menerima karena beliau yang menemaniku dari kecil, teman tidur dan yang selalu bela saat ada masalah, masih banyak lagi kebaikan yang tak bisa kusebut. Responku sangat berlebihan sehingga sikap saya tak memikirkan mamaku yang merupakan anak beliau juga keluarga yang malah ku marahi.
Pengetahuan yang saya tau tentang tak bolehnya meraung dan larut dalam kesedihan itu ku abaikan. Sungguh saat kehilangan, rasanya kehilangan akal.
Merenung dan mulai mendengarkan nasehat. Semua berkat orangtua dan keluarga yang selalu menguatkan. Iya, saya sadar bahwa kehilangan itu bisa terjadi kapan saja.
Kematian itu mutlak.
Kita akan menyusul dan hanya menunggu antrian menuju pulang.
Tanpa saya sadari kejadian itu sebagai penerapan rumus E + R = O