Nusantara KITA Bhinneka Tunggal Ika
Nusantara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan adat kebudayaan, ras, dan agama yang sangat beraneka ragam. Indonesia terdiri 17.488 pulau yang tersebar di seluruh nusantara seluas 1.922.570 km2. Di dalamnya terdapat 1.128 suku bangsa dengan kebudayaan dan bahasa yang sangat beragam. Di dalam masyarakat Indonesia juga menganut multi agama seperti Islam, Kristen, Hindu, Budha, Kong Hu Chu, dengan aliran agama yang bermacam-macam pula.
Dari fenomena itu ada hal unik yang terlihat yaitu Bangsa Indonesia lahir dari kumpulan manusia yang tidak sama asal-usulnya serta tidak serupa sifat-sifatnya. Bangsa Indonesia hanya dipersatukan oleh satu kesamaan, yaitu kesamaan harapan, harapan untuk merdeka dan berdaulat, sehingga tokoh-tokoh pendiri bangsa ini bersepakat bahwa di tahun 1908 kita berjuang atas nama bangsa, di tahun 1928 kita bersepakat berbangsa, bertanah air, dan berbahasa satu yaitu Indonesia, sehingga pada tahun 1945 kita bersepakat untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Saat masa proklamasi dan proses integrasi bangsa, para founding father Indonesia menyadari potensi perpecahan dan konflik ini sehingga merusmuskan konsep Keanekaragaman ini yang diikat dalam suatu kesepakatan bersama untuk menjaga kesatuan yang tercantum dalam Pancasila yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika ini yang menjadi common ideologi dan common ideological framework untuk menghasilkan masyarakat yang cohesive (Community Resilience; Nuwayhid, Zurayk, Yamout & Cortas, 2011) dalam dinamika masyarakat Indonesia. Selain ancaman konflik dan perpecahan, keberagaman ini juga bisa dilihat sebagai hal yang positif, perbedaan ini menjadi kekayaan negara dengan tingginya interaksi antar budaya lokal yang terjadi di Nusantara yang saling merajut kebangsaan Indonesia.
Padu dan bersatunya perbedaan-perbedan tersebut menjadikan Indonesia menjadi salah satu negara yang paling kaya akan perbedaan dan keberagaman.. Fenomena menarik mengenai keberagaman indonesia yang dipaparkan oleh Pangabean (2010):
Dari segi agama, Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, jauh lebih banyak dari seluruh negara Islam di Timur Tengah. Namun jumlah pemeluk agama Kristen di Indonesia lebih banyak dari gabungan seluruh penduduk Australia dan New Zealand, dan penganut Hindunya tiga kali lebih banyak dari seluruh pengikut Tamil Elam di Sri Lanka yang pernah berkonflik akibat isu etnis dan agama.
Dari segi geografi, Indonesia memiliki 17 ribu pulau, dengan pulau Kalimantan bagian Indonesia dua kali lebih besar dari seluruh kepulauan Inggris Raya. Inggris terlibat konflik dengan Irlandia dalam sengketa kekuasaan wilayah Irlandia Utara.
Dari segi bahasa ada lebih banyak orang Indonesia yang bahasa ibunya bukan bahasa Indonesia, jauh lebih banyak dari seluruh penduduk Belgia, yang pada saat ini tidak memiliki pemerintah karena adanya konflik bahasa antara orang Flemish dan Walloons.
Dari segi etnis, ada jauh lebih banyak warga negara Indonesia keturunan Cina daripada seluruh penduduk Singapura atau Hong Kong.
Dari segi ekonomi, daerah ekonomi dengan GDP diatas USD 10,000 jumlahnya sama seperti Polandia, namun masyarakat yang masih hidup di tahap pemburu dan peramu jumlahnya sama banyaknya dengan seluruh penduduk Timor Leste.
Dengan keberagaman seperti ini ancaman perpecahan dan dinamika konflik di Indonesia begitu tinggi. Saat masa proklamasi dan proses integrasi bangsa, para founding father Indonesia menyadari potensi perpecahan dan konflik ini sehingga merusmuskan konsep Keanekaragaman ini yang diikat dalam suatu kesepakatan bersama untuk menjaga kesatuan yang tercantum dalam Pancasila yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika ini yang menjadi common ideologi dan common ideological framework untuk menghasilkan masyarakat yang cohesive (Community Resilience; Nuwayhid, Zurayk, Yamout & Cortas, 2011) dalam dinamika masyarakat Indonesia. Selain ancaman konflik dan perpecahan, keberagaman ini juga bisa dilihat sebagai hal yang positif, perbedaan ini menjadi kekayaan negara dengan tingginya interaksi antar budaya lokal yang terjadi di Nusantara yang saling merajut kebangsaan Indonesia.
Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia telah menghadapi tantangan perpecahan, berupa konflik sosial, politik, dan ekonomi. Di akar rumput konflik kekerasan menjadi tantangan sosial bangsa ini. Konflik kekerasan terjadi dihampir semua sektor dari lingkup terkecil seperti keluarga, masyarakat, lingkungan pendidikan, dunia kerja, dan daerah-daerah. Ironinya semua konflik tersebut berdampak negatif bagi mereka yang menjadi korban, sebagian besar korban adalah mereka yang tidak terlibat dan tidak tahu apa-apa terkait konflik yang terjadi. Konflik memakan korban jiwa, anak kehilangan keluarga, aktivitas ekonomi terhambat, timbul rasa ketidakamanan, ketidaknyamanan, rasa saling membenci serta rapuhnya nilai-nilai kebangsaan, rasa persaudaraan, dan silaturahmi antar manusia.
Isu terakhir seputar tantangan harmoni Indonesia ini dapat kita lihat pada:
Masih seringnya terjadi konflik tawuran antara kelompok masyarakat, pelajar, dan mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia.
Peristiwa Tolikhara yaitu konflik antar warga yang berdampak pada pembakaran Mesjid (Juli, 2015), sebaliknya di Aceh, Kabupaten Aceh Sangkil terjadi pembakaran gereja (Oktober, 2015), dan lain sebagainya.
Masih aktif dan bergeraknya kelompok-kelompok separatis di Papua, Maluku, dan Aceh.
Masih sering terjadi konflik komunal di Masyarakat di Makassar, Ambon, Maluku, Papua. Dan daerah-daerah lain di Indonesia
Konflik masyarakat dengan pihak-pihak berkepentingan di wilayah-wilayah pertambangan ataupun daerah-daerah yang memiliki sengketa akan sumber daya alam.
Terorisme di Indonesia semakin berpotensi dengan berkembangnya gerakan ISIS di Timur Tengah.
Sengketa antara kelompok masyarakat yang dilatarbelakangi oleh perebutan politk kekuasaan khususnya pada pemilihan kepala-kepala daerah, seperti yang terjadi pada kerusuhan di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan (Desember, 2015).
Korupsi , kolusi, dan nepotisme di lembaga-lembaga pemerintahan dari tingkat Nasional ke daerah menghasilkan kemiskinan-kemiskinan di Mayarakat hal ini merupakan kekerasan struktural di masyarakat yang berikutnya akan berdampak pada tingginya pertentangan-pertentangan kelas antara kaum miskin dan terdiskriminasi terhadap kelompk kaya, mayoritas, dan/atau dominan (Structural Violence, Galtung).
Kejenuhan-kejenuhan masyarakat melihat in-stabilitas politik dan prilaku buruk politisi-politisi Indonesia, serta kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak pro terhadap rakyat kecil seperti dinamika kenaikan harga bahan bakar minyak dan listrik, kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS berpotensi tinggi, serta fenomena-fenomena lainnya dapat memicu gejolak pertentangan di masyarakat yang apabila tidak dapat dikendalikan pada ujungnya akan menghancurkan rezim demokrasi karena masyarakat sendiri yang akan meminta tentara untuk melakukan kudeta kepemimpinan sehingga Indonesia akan berada dalam konflik massal dan berdarah serta kembali lagi ketitik nol dalam revolusi dan reformasi pembangunan peradabannya (Salim Said, 2015).
Peristiwa-peristiwa diatas hanya sebagian kecil yang terekam oleh kacamata kita, ada lebih banyak potensi keretakan harmoni lainnya apalagi apabila pihak-pihak terkait dan berkepentingan tidak dapat mengelola eskalasi konflik yang terjadi di Masyarakat. Dari peristiwa diatas kita bisa mengambil pola bahwa masalah dis-harmoni dan konflik yang terjadi pasti bercirikan dengan adanya prilaku kekerasan baik secara langsung (direct violence, Galtung) maupun secara kultural dan struktural (Negative peace) dari satu pihak ke pihak lain atau antar pihak. Dapat kita lihat bahwa antitesis dari harmoni kedamaian adalah diperlihatkan dalam wujud prilaku kekerasan. (Webel, Charles & Galtung, Johan (2007) Handbook of Peace and Conflict Studies).
Peristiwa-peristiwa diatas juga menunjukkan bahwa aktor-aktor pelaku dari kerusuhan dan permasalahan serta kekerasan di atas adalah warga negara Indonesia itu sendiri. Kita semualah sebagai Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadii aktor-aktor penentu serta bertanggung jawab terhadap kuat atau lemahnya harmoni Indonesia, serta maju atau mundurnya perdaban Bangsa Indonesia.
Sebenarnya pelaku-pelaku kekerasan dan masalah diatas jumlahnya sangat sedikit, jumlahnya minoritas dibandingkan mayoritas warga negara Indonesia yang memilih jalan tanpa kekerasan. Namun sayangnya sebagian besar dari WNI yang tidak melakukan kekerasan ini bersifat pasif dan antipati terhadap kasus-kasus dis-integratas dan dis-integrasi bangsa ini. Sebagian besar dari kita memilih untuk diam atau paling jauh hanya mampu bersikap mengutuk dan tidak melakukan apa-apa. Hanya sebagian kecil dari kita sebagai WNI yang sadar dan peduli serta mau melakukan aksi nyata dalam mengutuhkan harmonisasi bangsa dan aktif merajut tenun kebangsaan. Partisipasi masyarakat dalam GERAKAN PERDAMAIAN dan GERAKAN ANTI KEKERASAN yang dibangun sebagai wujud membangun harmonisasi bangsa haruslah tidak menjadi gerakan yang pasif melihat kekerasan namun aktif berperang melawan tindak prilaku kekerasan. Kita berprilaku tanpa kekerasan kepada orang lain adalah prilaku yang sangat bagus tapi itu saja tidak cukup. Kita semua sebagai warga negara wajib berdiri melawan prilaku kekerasan yang terjadi di tanah air dapat membantu untuk mengurangi dan mengeliminasi kekerasan atau penindasan sebagai wujud kewajiban membela negara.
Oleh karenanya sebagai WNI yang mempunyai kewajiban Bela Negara sangat diperlukan kesadaran, kepedulian, dan kemauan untuk menjaga perdamaian di Indonesia dari tingkat nasional sampai ke akar rumput. Kita semua memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan dan memeliharanya. Karena perdamaian Indonesia tidak cuma cukup dilahirkan namun perlu senantiasa untuk dipelihara oleh kita semua.
Pertanyaanya adalah bagaimana kita semua warga negara dan para penerus bangsa ini dapat memiliki kesadaran dan aktif membela dan menjaga keharmonisan Bangsa dan Tanah Air Indonesia? Apa-apa saja yang perlu disadari dan diperhatikan untuk membela keharmonisan bangsa?
Oleh karenanya KITA BHINNEKA TUNGGAL IKA sebagai gerakan yang memiliki dua roh pergerakan yaitu PERDAMAIAN dan ANTI KEKERASAN mengajak KITA semua yang concern dan peduli mempertahankan, menjaga, dan memelihara Harmoni Rajutan Kebangsaan Indonesia untuk merintis, menggerakkan, dan menjadi PELOPOR gerakan perdamaian dan anti kekerasan di Indonesia tercinta.
Act for Peace, Spread The Peace
KITA BHINNEKA TUNGGAL IKA