Scroll Up for Big Changes

Sebelum bercerita tentang perubahan yang saya alami selama menjadi bagian dari suatu kegiatasn volunteer perdamaian, saya ingin bercerita dulu mengapa akhirnya saya bisa menjadi bagian dari mereka. 

Berawal dari proses menghilangkan kegabutan dengan berselancar ria di dunia maya (instagram), jari saya kian letih setelah beberapa lama melakukan scroll pada jelajah instagram, saya kerap kali menemui beberapa postingan flyer call for volunter dan hanya berlalu begitu saja, sampai pada saat saya menemukan postingan flyer Kitabhinneka call for volunter, jujur dari beberapa pstingan flyer yang saya lalui, hanya postingan ini yang benar benar membuat saya tertarik untuk membacanya karena entah mengapa saya senang melihat desain postingan tersebut, dan karena saya penasaran dengan desain lain yang baru saya tahu setelah bergabung dikitabhinneka ternyata yang buat adalah kak mangga, yang  membuat saya waktu itu akhirnnya memberanikan diri untuk mengklik profil nama pada postingan itu yang akhirnya  membawa saya kepada sebuah laman akun instagram @kitabhinneka dan saya menstalker hingga ke akar akar, dan kemudian menemui beberapa informasi latarbelakang dari komunitas ini adalah sebuah komunitas yang bergerak di bidang perdamaian.

Singkat cerita saya akhirnya mendaftar dan ikut berbagai rangkaian seleksi selama dua hari, dan jika ditanya perubahan apa yang saya rasakan? Mungkin saya akan mulai dengan pertanyaan kapan saya merasakan adanya perubahan?,jujur saja di hari pertama proses seleksi saya sudah sangat berubah, jujur saja kebiasaan saya, budaya yang saya peroleh dari tongkrongan saya diluar sana sangat berbeda dengan yang saya dapati di saat hari pertama tersebut, saya tidak mau berbohong, mahkluk apa sih yang seumur hidupnya tinggal dilaut trus tiba tiba di bawa kedaratan dan tidak mengalami shock atau langsung bisa beradaptasi ?

Nah seperti saya, saya merasa budaya yang saya peroleh di tongkrongan saya dan yang di suguhkan oleh kitabhinneka adalah bisa dibilang sangat berbeda, yang mungkin jika saya mengimplementasikan budaya kitabhinneka ke tongkrongan saya waktu itu dengan keadaan saya yang saat itu belum memahami betul mnegapa semua hal itu dilakukan, mungkin saya sudah habis menjadi bahan bullyan. 

Nah masih tentang budaya di kita bhinneka seperti memberikan apresiasi, ice breaking, dll, nah sebelumnya saya mau berterima kasih pada kak therry karena saya baru tau setelah di beritahu oleh beliau tentang mengapa kita harus melakukan misalnya apresiasi kepada orang lain, dan saya menemukan jawaban bahwa “sekecil apapun hal yang dilakukan seseorang yang baik itu bedampak atau tidak pada diri kita, kita tetap harus memberikan sebuah apresiasi kepada mereka atas effort yang telah mereka keluarkan”, dan dari situ saya mulai sadar bahwa ternyata hal hal sekecil ini itu luput dari pengetahuan saya, saya sampai kefikiran kapan terakhir kali saya mengapresiasi seseorang yg telah membantu saya misalnya, atau kadang saya juga mengingat kejadian yang sempat membuat saya merasa marah jika membantu seseorang tapi orang nya tidak tau berterima kasih, nah dari situ saya mulai mencoba menerapkan budaya budaya ini bukan lagi hanya ketongkrongan saya tetapi lebih kepada siapapun yang terconnecting di kehidupan saya, dan tentunya dengan versi saya sendiri, dan tentunya bukan melakukan tepuk lingkaran saat om gondrong bersedia meminjamkan koreknya kepada saya haha, melainkan dengan versi saya sendiri menyesuaikan di lingkungan mana saya berada saat itu. Karena saya percaya bahwa ilmu yang kita dapat dari seseorang tidak harus kita bagikan dalam bentuk yang sama, tetapi bisa dengan versi kita selama itu tidak mencederai hakikat nilai sesungguhnya dari suatu ilmu tersebut.

Ada banyak sebenarnya budaya2 yang di terapkan kitabhinneka yang sebelumnya saya anggap sepele tapi ternya baru tahu itu sangat berpengaruh, contohnya lagi budaya ontime, jujur budaya ontime ini sebelumnya jarang sekali saya lakukan, bahkan hampir kebanyakan offtime haha, dan terlebihnya diperkuat karena budaya ini lagi lagi menjadi habit pada himpunan saya di kampus, jadwal rapat jam 3 sore, mulai rapat setengah enam, wah bayangkan molor berapa jam itu, dan yang menjadi masalah adalah seoalah olah ini bukanlagi menjadi hal yang tabu. Bahkan pernah pengalaman saya menjadi pemimpin rapat, dan karena waktu itu saya tahu pola umum dari para anggota yang pasti datang 1 atau 2 jam dari jadwal rapat, maka dari itu saya berinisiatif memajuakan jadwal rapat yang sebelumnya jam 3 sore menjadi jam 12 siang, tapi saya kemudian sadar bahwa cara ini tidak efektif, karena saya seolah olah memposisikan semua anggota pada saat itu adalah yang sering terlambat, alhasil ada beberapa orang yang sudah membudayakan ontime justri datang di jadwal yang salah, karena kecerobohan saya itu akhirnya saya jadi kehilangan trust orang lain. Dan karena kejadian ini saya sampai kepikiran selama beberapa hari.

Nah entah mengapa, saya tidak mau mengatakan kebetulan, saya percaya ini adalah jalan yang di berikan tuhan, sehingga saya bisa belajar mengenai budaya ontime di kita bhinneka ini, saya banyak memperoleh insight baru mengenai budaya ontime dan bagaimana cara memberlakukannya. Saya baru sadar bahwa ontime adalah tepat waktu yang artinya saya harus memulai rapat waktu itu sesuai waktu yang dijadwalkan, bukan malah mempercepat atau pun memperlambat jadwal itu, dari situ juga saya kebayang posisi saya saat saya sementara di rumah masih leha leha dan tiba tiba mendapat pesan dari grup kelas bahwa dosen sudah masuk di kelas, sontak saya dengan sigap berangkat menuju kampus dengan tidak mandi, dan saya akhirnya di ejek oleh teman karena tidak mandi kekampus lalu saya menyadari itu adalah konsekuensi dari tidak menghargai waktu. 

Nah insight yang saya dapat di kitabhinneka dan refleksi terhadap pengalaman saya, kemudian saya mencoba memberlakuakn ini saat rapat rapat berikutnya, yaitu memulai rapat pada waktu yang dijadwalkan, dan seperti teman kelas saya memberitahukan bahwa dosen sudah masuk kelas, saya juga memberitahukan bahwa rapat sudah di mulai di grup pengurus dengan harapan para anggota melakukan hal yang sama dengan saya yaitu tidak mandi saat datang kerapat, eh gadeng haha, tpi lekas menuju tempat rapat J.

Selain budaya yang sangat merubah hidup saya, ada materi PLC yang tentunya sangat memberikan sebuah insight yang baru, saya mau ngambil contoh materi yang menurut saya sangat mengubah cara pandang ku, yaitu materi ter debest hakuna matata, dari hakuna matata saya belajar tentang bagaimana mengontrol emosi negatif, merespon sesuai kendali kita,  menggantungkan kebahagian hanya pada sesuatu yang bisa kita kendalikan. 

Ada momen dimana pada saat saya akan melakukan ujian final lisan salah satu matakuliah, itu membuat saya kepikiran selama beberapa hari, kemudian saya tersadar akan materi hakuna matata ini bahwa emosi cemas, takut yang saya rasakan itu ada karena saya menggantungkan kebahagiaan kepada seuatu yang saya tidak punya kendali penuh terhadapnya, saya merasa akan bahagia jika dapat nilai 100 dari dosen, padahal dosen yang memiliki kendali full untuk memberi nilai itu, saya tidak mempunyai kendali full disitu, makanya saya mengganti kebahagiaan saya kepada apa yang bisa saya kendalikan, seperti belajar dengan tekun, giat dan rajin, sehingga biarpun saya mendapatkan nilai noll sekalipun sudah masa bodo, sudah ikhlas, saya tetap akan bahagia, karena saya sudah belajar dengan giat, tekun dan rajin, dimana semua hal yang saya lakukan itu, saya yang memiliki dan memegang kendali full akan hal tsb. Jadi intinya, tidak peduli outcame nya akan bagaimana, selama saya melakukan respon yang maksimal saya sudah bahagia, terlepas dari outcame nya ternyata tinggi, saya menganggap itu sebagai bonus. Nah sekiranya itu yang saya dapat dari materi hakuna matata, dan ada banyak lagi dari materi materi yang lain. 

Waduh tidak terasa ini sudah tiga halaman saking nyamannya bercerita, eh wait budaya nulis kek gini ternyata asik juga yah, sampai tidak terasa saya sudah nulis banyak haha, tapi budaya ini juga masih belum sepenuhnya bisa saya implementasikan sih entah itu selalu terhalang dengan rasa mager dan nunda nunda terus, yah maaf yah kak therry kalau kakak baca tulisan ini haha, tapi dari aku nulis tulisan ini rasaya asik juga yah bisa meluangkan segala sesuatu yang selama ini saya telah membebani fikirkan dari beberapa hari kebelakang tentang apa yang harus saya ceritakan saat nulis certia perubahan ini, dan sekarang rasanya tuh lega bisa menuangkan beban fikiran yang selama ini ada dikepala menjadi tulisan ini, wah ajaib. 

Nah akhirnya dengan selesainya tulisan saya ini, saya bisa menarik kesimpulan bahwa tidak ada ide yang sempurna, dia akan semakin jelas ketika kita melaukannya, sekeras apapun kita memikirkannya, selama apapun kita merenungkannya itu tidak akan menjadi apa apa, cara terbaik agar itu menjadi sesuatu adalah dengan mengerjakannya….