Guardians of Peace IV

Khintan

Guardians of Peace 4

Saya lebih senang membaca novel ketimbang buku teori. Apalagi buku teori itu hasil terjemahan. Bikin kepala saya jadi pusing. Untuk novel, saya tidak begitu suka cerita yang hanya membahas percintaan, lalu dibumbui drama menye-menye seperti kebanyakan novel teen lit. Saya lebih senang dan menikmati novel yang berkisah soal kemanusiaan, seperti The Kite Runner atau To Kill A Mockingbird, atau novel-novel berlatar sejarah seperti Tetralogi Pulau Buru, Cantik Itu Luka, Tiba Sebelum Berangkat, dll. Dan saya juga senang membaca biografi tokoh­-tokoh yang menginspirasi seperti Malala atau Michelle Obama. Ya, saya sangat cinta membaca. Bagi saya buku bagus adalah teman teman berpikir yang baik kapanpun dan dimanapun.

Meskipun saya terdengar seperti seorang kutu buku, tapi percayalah, saya tak se-membosankan itu. Saya rasa saya punya sense of humor yang cukup baik. Setidaknya hal itu pernah disampaikan oleh senior saya di PK Identitas Unhas. Bertingkah konyol seperti berdandan ala paranormal atau bernyanyi asal-asalan biasa saya lakukan untuk menghibur teman saya. Tentu, saya hanya memperlihatkan hal itu kepada orang-orang yang sudah mengenal saya dengan baik.

Meski suka bercanda, tak semua lelucon dapat saya terima dengan baik. Utamanya ketika ada teman cowok yang bercanda soal perempuan. Pasti saya akan langsung naik pitam. Ini pernah terjadi sekali. Ketika teman kantor saya di Direktorat Alumni dan Penyiapan Karier membeda-bedakan antara perempuan yang berhijab dan tidak berhijab. Meski ia melontarkan pendapatnya dengan nada bercanda, saya hanya tidak bisa menerimanya. Saya pun memarahinya. Lalu, ia bilang bahwa saya sangat kaku. Saya tak peduli. Ya, saya termasuk orang yang tidak suka pusing dengan pendapat buruk orang lain terhadap saya. Selama saya merasa bahwa saya benar.