Di refleksi PLC sebelumnya, saya memention resilience sebagai bagian dari kemampuan dalam diri untuk beradaptasi secara positif terhadap pertentangan yang dihadapi. (agar lebih mudah dipahami, )nah ternyata resilience dapat di kategorikan ke dalam bagian-bagian kehidupan kita, ke keluarga, ke masyarakat, dan ke lingkungan sosial pertemanan kita.
1. Family Resilience. Setiap keluarga pasti pernah mengalami pertentangan/masalah, kebanyakan mungkin masalah ekonomi, bencana yang tiba-tiba merenggut harta benda, perceraian, perbedaan prinsip atau bahkan satu keluarga yang terkena covid-19 dan harus diisolasi semua anggota keluarga tersebut. Ketika keluarga tidak memiliki resilience, yaitu kekuatan untuk bisa beradaptasi dan bertahan dalam perubahan, maka bisa jadi keutuhan keluarga yang dipertahankan bertahun-tahun akan rusak. Family resilience dapat terbentuk karena adanya anggota keluarga yang lengkap, faktor ekonomi seperti sandang, papan, dan pangan yang terpenuhi, didukung juga oleh perasaan afeksi, religiositas, dan pendidikan yang dimiliki keluarga, serta adanya perlindungan dan dukungan kepada sesama anggota keluarga. Jika sebuah keluarga memiliki sebagian besar dari indikator tadi, maka keluarga itu mampu menghadapi segala pertentangan yang terjadi dengan bahagia.
2. Community resilience secara sederhana dapat dimisalkan bahwa seberapa tangguh sebuah negara menghadapi covid-19 misalnya. Bagaimana masyarakat merespon aturan dari pemerintah dan saling bekerja sama mendukung pencegahan penularan virus ini, seperti adanya satu daerah yang gotong-royong memenuhi sembako dari satu keluarga yang harus diisolasi karena terinfeksi virus covid-19. Community resilience ini juga sangat dipengaruhi dengan adanya kepemimpinan yang baik, karena ketika hal ini rapuh, maka sulit untuk membangun resilience suatu komunitas/negara. Ketahanan masyarakat dapat dibangun dengan adanya ideologi kolektif yang menyatukan, seperti Pancasila, solidarity, ketahanan keamanan, dan kemampuan negara dalam ekonomi, kesehatan, da politik.
3. Social resilience tentang kekuatan hubungan kita dengan orang lain. Kalian pernah menjalin pertemanan karena dipertemukan disatu event tapi pertemanannya berlanjut hingga bertahun-tahun ke depan? atau dulu saat SMA punya teman akrab tapi setelah tamat, hubungannya biasa aja? nah, hubungan-hubungan itu tergantung social resilience yang dimiliki. Setiap hubungan/ikatan yang terjalin pasti memiliki value yang mengikat setiap orang dalam hubungan tersebut. ketika valuenya kuat dan tidak dipengaruhi oleh satu kondisi saja, maka pertemanannya dapat bertahan lama. saya menyebutnya sebagai memaknai hubungan, beda-beda cara orang memaknai hubungannya. Social resilience juga terbentuk karena kesamaan tanggungjawab yang dipikul, juga tidak sedikit karena kesamaan penderitaan. Untuk mengindikatori seberapa kuat social resiliencenya kita, kita bisa menggunakan metode sociogram (penjelasannya ada di beberapa postingan sebelum ini).