Respect

Saya punya sahabat, dia teman sebangku saya di SMA. Hobinya membaca novel dan berbagai buku motivasi lainnya. Karena setiap hari melihatnya membaca novel di waktu istirahat, saya pun terikut mencoba membaca satu novel yang sudah dia baca dan menceritakan hal-hal menarik dari novel tersebut. Kebiasaan membaca novel itupun masih ada hingga sekarang. Ketika saya membaca sebuah novel, saya selalu membayangkan pemeran utama novel tersebut adalah diri saya. Tak jarang, saya selalu mengaitkan cerita dalam novel dengan kehidupan sehari-hari yang saya jalani. Bahkan seingat saya, saya pernah meminta orangtua saya untuk menyekolahkan di pesantren, karena terinspirasi dalam cerita dalam novel. Ini terus berlanjut hingga saya mulai membayangkan berada dalam keluarga yang islami, tuturkata yang lembut dan penuh dengan nuansa ilmu pengetahuan. Melihat bayangan saya saat itu ternyata sangat berbeda dengan kehidupan sehari-hari saya, saya menjadi tidak respect terhadap keluarga saya dan menyalahkan takdir karena tidak sesuai dengan yang saya bayangkan. Sikap disrespect inilah yang mengakibatkan berbagai konflik terjadi dalam keluarga saya.

 


Mengapa muncul disrespect?

 


Dalam Peace and Leadership Class bertema Respect yang dibawakan oleh Therry Alghifary (KITA Bhinneka Tunggal Ika Foundation) disebutkan disrespect terjadi karena tidak memenuhi keinginan, harapan atau ekspektasi yang dibangun dan tidak ada klarifikasi atau alasan yang menjawab mengapa tidak memenuhi ekspektasi tersebut.

 


Setelah memikirkan lebih dalam, saya tersadar dengan apa yang telah terjadi dalam kehidupan saya. Saya terlalu banyak berekspektasi, menuntut sesuatu diluar ruang kendali saya dan memaksakan keadaan. Sikap disrespect yang saya lakukan ini bukan hanya melukai keluarga saya, namun juga melukai diri saya sendiri. Saya menemukan diri saya yang begitu tidak adil dalam menyikapi keadaan yang diberikan Tuhan kepada saya, cenderung menolak takdir yang telah ditetapkan bahkan berusaha untuk pergi meninggalkan situasi yang tidak sesuai dengan ekspektasi saya. Saya terdiam, saya lelah!

 


Ekspektasi yang saya bangun selama bertahun-tahun dalam pikiran saya ini telah menguras energi, menciptakan konflik bagi saya dan oranglain sehingga berdampak pada tidak adanya kedamaian dalam diri saya.

 


Lantas bagaimana agar bisa Respect terhadap oranglain?

 


 

Hal pertama yang harus ada dalam diri adalah kesadaran (awareness). Kesadaran akan segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita entah itu sesuai dengan ekspektasi maupun tidak adalah suatu desain ketetapan Tuhan yang mengandung pesan-pesan dari Tuhan untuk kita. Karena kesadaran akan ketetapan Tuhan yang mengandung pesan itulah menjadikan hadirnya sikap antusias (enthusiasm) untuk melakukan yang terbaik disini dan didetik ini sebagai ruang kendali kita dalam merespon segala peristiwa yang terjadi. Respon yang terbaik yang kita lakukan itulah sebagai wujud syukur dan penghargaan (apreciate) terhadap keadaan yang diberikan oleh Tuhan sehingga melahirkan rasa hormat (respect) kita kepada siapapun, dan keadaan apapun.

 


Percayalah sikap respek dapat membangun komunikasi terjalin dengan baik sehingga meminimalisir adanya pertentangan yang mungkin terjadi dan berujung pada terciptanya perdamaian bagi diri kita maupun orang lain.